BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah pranata strategis
yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh hampir seluruh disiplin ilmu
pengetahuan, perkembangan masyarakat, filsafat dan kebudayaan, nilai-nilai
agama dan lainnya. Dengan
demikian, menurut Abuddin Nata (2009) pendidikan merupakan sebuah pranata yang
tugas utamanya menyiapkan umat manusia agar siap dan mampu menghadapi masa
depannya. Untuk itu dibutuhkanlah pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (life
skill), yaitu memberikan keterampilan dan keahlian dengan kompetensi
tinggi. Dengan dimilikinya life skill diharapkan nantinya peserta didik
dapat bertahan dalam suasana yang selalu akan berubah dan berkembang.
Undang-Undang No.20 tahun 2003 juga
menjelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”
Terdapat beberapa hal yang perlu diuraikan
tentang konsep pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut. Pertama,
pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses
pendidikan bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan
untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang
dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, Proses
yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses
belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar,
akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada
diri anak.
Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan
agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses
pendidikan itu harus berorientasi pada siswa. Pendidikan adalah upaya
pengembangan potensi anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang sebagai
organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Keempat, akhir
dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini
berarti bahwa proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan
kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak yang sesuai
dengan kebutuhan (Sanjaya,
2006: 2-3).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pembelajaran pendidik harus
bisa menjadikan bagaimana pembelajaran tersebut dapat membentuk peserta didik yang
memiliki sikap, kecerdasan dan keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai itu semua ada beberapa hal yang bisa digunakan guru
dalam proses pembelajarannya yaitu seperti guru harus bisa menggunakan media,
metode, strategi, teknik atau pun model pembelajaran yang dapat mendukung
proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru
adalah model pembelajaran ASSURE yang mana model ini merupakan suatu
rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang
direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi
dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi
peserta didik (Smaldino,dkk., 2008:87). Oleh karena itu untuk lebih jelasnya
tentang rancangan pembelajaran dengan model ASSURE maka akan penulis uraikan
pada pembahasan berikutnya.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah media pembelajaran juga untuk mengetahui
tentang model pembelajaran ASSURE beserta tahapan-tahapannya dan juga untuk
mengetahui bagaimana membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran dengan model
ASSURE menggunakan media pembelajaran yang dipilih.
C.
Manfaat
Berdasarkan latar belakang dan tujuan yang
telah diuraikan maka adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan serta agar bisa dijadikan
sebagai bahan untuk mengetahui model pembelajaran ASSURE lebih dalam lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori-Teori
Belajar yang Relevan
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
Gagne
dan Briggs ( 1979:3 ) mengungkapkan Pengertian Pembelajaran sebagai suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Pada
sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan,
guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran
hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran
yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas
pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar
yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan
pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap
dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik,
ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan
membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
Teori
belajar merupakan landasan utama dalam desain pembelajaran. Teori belajar
memberikan landasan kuat tehadap kajian bagaimana seorang individu belajar.
Landasan tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk merancang desain
pembelajaran. Berikut akan diuraikan beberapa teori belajar yang dapat
digunakan sebagai landasan dalam merancang pembelajaran diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Teori
Belajar Behavioristik
Teori
behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori
ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh beberapa ahli seperti Jhon
B Watson, Ivan Pavlov, BF Skinner, El Thorndike, Bandura dan Tolman (Ratna Willis, 2011: 17).
Behaviorisme
menganggap bahwa belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin
lemah (Darmansyah, 2010: 131).
2. Teori
Belajar Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition
artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition
(kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam
pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai
salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak
ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku
seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati (Agus Salim, 2010).
3.
Teori
Belajar Konstrktivisme
Pembentukan
pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi (Martinis Yamin, 2008: 2).
Yang terpenting
dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah
yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara
aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pengetahuan dalam
pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan
tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan,
gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme,
pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari.
Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisik seseorang seperti melihat,
merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu
berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek. Dalam konstruktivisme siswa
sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
B.
Teori Tentang Media Pemmbelajaran
Media berasal dari bahasa Yunani yang merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang berarti perantara atau pengantara. Media memiliki pengertian yang
beragam, namun pada intinya media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyampaikan informasi/pesan yang disampaikan pengirim (komunikator) kepada
penerima (komunikan) dengan tujuan tertentu.
Bila dikaitkan dengan dunia pendidikan atau pembelajaran yang sering
disebut dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Gerlach & Ely mengatakan bahwa media jika dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang
menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi
menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan
luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan
batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media
merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang
untuk belajar.
Dengan demikian media pembelajaran merupakan alat bantu yang
berfungsi untuk menjelaskan sebagian dari keseluruhan program pembelajaran yang
sulit dijelaskan secara verbal. Materi pembelajaran akan lebih mudah dan jelas
jika dalam pembelajaran menggunakan media pembelajaran. Maka media pembelajaran
tidak untuk menjelaskan keseluruhan materi pelajaran, tetapi sebagian yang
belum jelas saja. Ini sesuai fungsi media yaitu sebagai penjelas pesan.
Kemudian efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran) sangat
dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya
saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap
jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di
antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain
yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks
pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan
dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan
pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan strategi
pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan demikian,
penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang dilakukan
oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Media pembelajaran telah menjadi bagian integral dalam
pembelajaran. Bahkan keberadaannya tidak bisa dipisahkan dalam proses
pembelajaran di sekolah. Hal ini telah dikaji dan diteliti bahwa pembelajaran
yang menggunakan media hasilnya lebih optimal. Walter Mc Kenzie (2005: 45)
dalam bukunya “Multiple Intelligences and Instructional Technology” mengatakan,
media memiliki peran penting dalam pembelajaran di kelas, yang mempengaruhi
kualitas dan keberhasilan pembelajaran. Dalam bagian ini dipaparkan berbagai
fungsi media dalam pembelajaran.
Pada mulanya media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam
kegiatan pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman
visual kepada siswa antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas
dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana,
konkrit, serta mudah difahami. Dengan demikian media dapat berfungsi untuk
mempertinggi daya serap atau retensi belajar siswa terhadap materi pembelajaran
(Miarso, 1986: 49).
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan
dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya
diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada
saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu
peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam
hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan
belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi media (media pendidikan)
secara umum, adalah sebagai berikut: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu bersifat visual; (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya
indera, misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti
dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa
ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau film bingkai; (3) meningkatkan
kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan
kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan (4) memberikan rangsangan
yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi
pelajaran.
Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai
(1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu:
(1) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih
menarik perhatian mereka; (2) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas
sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta
pencapaian tujuan pengajaran; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak
semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (4) siswa
lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya
mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan
memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam
kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat
indera. Terhadap pemahaman isi pelajaran, secara nalar dapat dikemukakan bahwa
dengan penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih
baik pada siswa. Pebelajar yang belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda
tingkat pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar
yang belajar lewat melihat atau sekaligus mendengarkan
dan melihat. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar
ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal
dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan
kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya bermuara kepada
peningkatan
Beberapa ahli yang lain seperti Gagne, Briggs, Edling, dan Allen,
membuat taksonomi media dengan pertimbangan yang lebih berfokus pada proses dan
interaksi dalam belajar, ketimbang sifat medianya sendiri. Gagne misalnya,
mengelompokkan media berdasarkan tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya.
Menurutnya, ada 7 macam kelompok media seperti: benda untuk didemonstrasikan,
komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan
mesin belajar. Briggs mengklasifikasikan media menjadi 13 jenis berdasarkan
kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media dengan karakteristik siswa. Ketiga
belas jenis media tersebut adalah: objek/benda nyata, model, suara langsung,
rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media
transparansi, film bingkai, film (16 mm), film rangkai, televisi, dan gambar
(grafis).
Dengan demikian media pembelajaran digunakan dalam rangka upaya
peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar mengajar. Oleh
karena ituharus diperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya yang antara lain:
1.
Penggunaan
media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang integral dari suatu
sistem pengajaran dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai
tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan hanya dimanfaatkan
sewaktu-waktu dibutuhkan.
2.
Media
pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yangdigunakan dalam usaha
memecahkan masalah yang dihadapi dalamproses belajar mengajar.
3.
Guru
hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik dari suatumedia pengajaran yang
digunakan.
4.
Guru
seharusnya memperhitungkan untung-ruginya pemanfaatan suatumedia pembelajaran.
5.
Penggunaan
media pembelajaran harus diorganisir secara sistematisbukan
sembarang
menggunakannya.
BAB III
PENGGUNAAN MEDIA DENGAN MODEL ASSURE
A.
Pembelajan dengan Model ASSURE
Model merupakan salah satu cara yang dapat digunakan guru sebelum
pembelajaran itu dilakukan, sehingga nantinya pembelajaran dapat berjalan
dengan efektif, maksimal dan tepat. jadi ASSURE model memberikan kemudahan atau
cara untuk membantu guru dalam mempersiapkan pembelajaranya agar menjadi lebih
terarah dan menuju pada sasaran yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan.
Model ASSURE merupakan suatu rujukan bagi pendidik dalam
membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun
secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik
(Smaldino, dkk.,2008:87). Pembelajaran dengan menggunakan model ASSURE mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu
terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik. Tahapan
tersebut menurut Smaldino adalah sebagai berikut:
1. Analyze Learner (Analisis Pembelajar)
Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat
menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan
tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar
meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi :
a.
General
Characteristics (Karakteristik Umum)
Karakteristik umum siswa dapat
ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat
perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel
konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang
tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran.
b. Specific Entry Competencies ( Mendiagnosis kemampuan awal
pembelajar)
Penelitian yang terbaru menunjukkan
bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh
dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan
perkembangan psikologi siswa (Smaldino dari
Dick,carey& carey,2001). Hal ini akan memudahkan dalam
merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap
dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
c. Learning Style (Gaya Belajar
Gaya belajar yang dimiliki setiap
pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan
pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi
ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang
dimiliki peserta didik, yaitu: (1) gaya belajar visual (melihat) yaitu
dengan lebih banyak melihat seperti membaca (2) gaya belajar audio
(mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika
pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, (3) gaya belajar kinestetik
(melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika
dia sudah mempraktekkan sendiri.
2. STATE STANDARDS AND OBJECTIVES (Menentukan Standard Dan
Tujuan)
Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan
tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh
suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan
tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media
dan pemilihan media yang tepat.
a.
Pentingnya Merumuskan Tujuan dan
Standar dalam Pembelajaran
Dasar dalam penilaian pembelajaran
ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan
dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam pembelajaran
siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat
mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran. Ada
beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program
pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya (2008 : 122-123) berikut
ini:
1) Rumusan
tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan
proses pembelajaran.
2) Tujuan
pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa
3) Tujuan
pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran
4) Tujuan
pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan
kualitas pembelajaran.
b. Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD
Menurut Smaldino, dkk., setiap
rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini
sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber
belajar berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi
dijabarkan sebagai berikut:
1. A = audience
Pembelajar atau peserta didik dengan
segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya,
jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.
2. B = behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan
dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam
penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang
terukur dan dapat diamati.
3. C = conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang
memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan
metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi
ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang
diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.
4. D = degree
Persyaratan khusus atau kriteria
yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan
pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam
presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang
harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian
kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran.
3. Select Strategies, Technology, Media, And Materials (Memilih,
Strategi, Teknologi, Media dan Bahan ajar)
Langkah
selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung
pemblajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan
strategi, teknologi dan media dan bahan ajar.
a.
Memilih Strategi Pembelajaran
Pemilihan strategi pembelajarn
disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga
memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung
pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model (Smaldino
dari Keller,1987). ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat
membangun Attention (perhatian) siswa, pembelajaran
berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan
tujuan, Convident, desain pembelajaran dapat
membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction dari
usaha belajar siswa. Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu menentukan
metode yang tepat.
b.
Memilih Teknologi dan Media yang
sesuai dengan Bahan Ajar
Menurut Gerlach, media bukan hanya
berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat
memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau
kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Bentuk media adalah bentuk fisik
dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan. Bentuk media meliputi, sebagai
contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide ( gambar diam lewat proyektor)
video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks, dan
barang bergerak dalam TV) Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam
bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk
media bisa menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas
dari media yang tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan
dicapai. Memilih format media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan pokok
bahasan atau topik. Peran media pembelajaran menurut Smaldino yaitu:
1)
Memilih , Mengubah, dan Merancang
Materi
2)
Memilih Materi yang tersedia
3)
Melibatkan Spesialis Teknologi/Media
4)
Menyurvei Panduan Referensi Sumber
dan Media
5)
Mengubah Materi yang ada
6)
Merancang Materi Baru
4. Utilize Technology, Media And Materials (Menggunakan
Teknologi, Media dan Bahan Ajar)
Sebelum
memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti
langkah-langkah seperti dibawah ini,yaitu:
a. Mengecek
bahan (masih layak pakai atau tidak)
b. Mempersiapkan
bahan
c. Mempersiapkan
lingkungan belajar
d. Mempersiapkan
pembelajar
e. Menyediakan
pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar)
f. Preview
materi, pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas
dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat
untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.
g. Siapkan
bahan, pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan
pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan
penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan
keadaan media.
h. Siapkan
lingkungan, pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik
dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar.
i.
Peserta didik, memberitahukan peserta
didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar
peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.
j.
Memberikan pengalaman belajar, mengajar
dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan
pengalaman belajar seperti : presentasi di depan kelas dengan projector,
demonstrasi, latihan, atau tutorial materi.
5. Require Learner Parcipation (Mengembangkan Partisipasi
Peserta Didik)
Tujuan utama
dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan
media yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut
untuk memiliki pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi ketimbang sekedar memahami dan member informasi
kepada siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan
proses mental aktif yang dibangun berdasarkan pengalaman yang autentik, diman
para siswa akan menerima umpan balik informative untuk mencapai tujuan mereka
dalam belajar.
6.
Evaluate And
Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Penilaian
dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas
pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan yaitu:
a.
Penilaian Hasil Belajar Siswa,
1)
Penilaian Hasil Belajar Siswa yang
Otentik,
2)
Penilaian Hasil Belajar Portofolio
3)
Penilaian Hasil Belajar yang
Tradisional / Elektronik.
4)
Menilai dan Memperbaiki Strategi,
teknologi dan Media
5)
Revisi Strategi, Teknologi, dan
Media.
Ada beberapa
fungsi dari evaluasi antara lain:
a. Evaluasi
merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa.
b.
Evaluasi merupakan alat yang penting
untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah
ditentukan.
c.
Evaluasi dapat memberikan informasi
untuk mengembangkan program kurikulum.
d.
Informasi dari hasil evaluasi dapat
digunakan siswa secara individual dalam mengambil keputusan.
e.
Evaluasi berguna untuk para
pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan tujuan khusus yang ingin
dicapai
f.
Evaluasi berfungsi sebagai umpan
balik untuk orang tua, guru, pengembang kurikulum, pengambil kebijakan.
B.
Rancangan
Penggunaan Media Dengan menggunakan Model ASSURE
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
(SAP)
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
I.
INDENTITAS MATA KULIAH
Mata Kuliah
: Ilmu Pendidikan Islam
Beban SKS
: 2 SKS
Jurusan/fakulas
:
Pendidikan Agama Islam /Tarbiyah
Dosen Pembina
:
Rezki Amelia, S. PdI.
II.
TUJUAN MATA
KULIAH
Mata kuliah ini membahas
tentang berbagai pandangan tentang manusia dalam sistem pendidikan Islam dengan
berbagai komponennya, sistem pendidikan Islam di Indonesia, demokrasi dan
Inovasi pendidikan Islam.
III.
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat memahami berbagai teori
tentang pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam serta dapat mengaplikasikan
teori-teori pendidikan Islam tersebut.
IV. INDIKATOR
1.
Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai pandangan
ilmiah terhadap manusia dan pandangan Islam
2.
Mahasiswa mampu menjelaskan sistem pendidikan
Islam dan sistem pendidikan Islam di Indonesia
3.
Mahaiswa mampu menjelaskan berbagai komponen
pendidikan Islam serta demokrasi dan inovasi pendidikan Islam
4.
Mahasiswa mampu mempraktekkan teori-teori
pendidikan Islam di lembaga Pendidikan Islam
5.
Mahasiswa merasa bangga memiliki teoi
pendidikan Islam dan mengutamakan pendidikan Islam dari pendidikan lainnya.
V.
Sistem
Perkuliahan
1. Perkuliahan dilaksanakan
dengan metode diskusi
2. Mahasiswa dilatih
berfikir kritis, analitis, rasional, terbuka, bebas, mendalam dan mandiri
3. Setiap mahasiswa
diwajibkan membuat makalah dan mepertanggung jawabkannya dalam diskusi
VI.
TEKNOLOGI
DAN MEDIA
1.
Komputer
2.
Whiteboard
3.
proyektor
VII. Kegiatan
Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
Dosen pembina
membuka kegiatan dengan meninjau materi yang lalu. Kemudian menyampaikan tujuan
kegiatan perkuliahan dan mencek kehadiran pebelajar dari komentar pada saat
perkuliahan berlangsung.
2. Kegiatan inti
a. Ekplorasi
Pebelajar diminta
mempelajari materi pada Ilmu Pendidikan Islam dan berkomentar pada proses
pembelajaran tersebut.
b. Elaborasi
Setiap mahasiswa memperhatikan
hal yang menjadi pembicaraan dalam diskusi. Mengali sedalam-dalamnya tentang
Ilmu Pendidikan Islam.
c.
Konfirmasi
Berdasarkan komentar
pada saat pembelajaran dan pembahasan di saat terjadi diskusi yang membutuhkan
pencerahan, maka akan diluruskan oleh dosen pembina
3. Kegiatan penutup
Dosen pembina
menutup kegiatan perkuliahan dengan mengingatkan untuk aktif pada pembahasan
Ilmu Pendidikan Islam dan menyiapkan bahasan pertemuan selanjutnya serta
memberikan tugas.
VIII.
Penilaian
1. Tampilan
makalah
15%
2. Ujian Tengah Semester
30%
3. Rancangan dan presentase
45 %
4.
Kehadiran
10 % (kehadiran dihitung 100% dengan ketidakhadiran sebanyak 2 kali)
IX.
Evaluasi
1. Sasaran dan objek
a. Partisipasi dan kontribusi dalam diskusi
a. Partisipasi dan kontribusi dalam diskusi
b. Makalah yang disusun
mahasiswa
c. Ujian mid dan akhir
semester
2.
Teknik evaluasi disesuaikan dengan objek dan materi
yang akan dievaluasi
X.
Sumber Bacaan : Buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan Islam
C. Kesimpulan
Dalam memberikan pembelajaran pendidik harus bisa menjadikan bagaimana pembelajaran tersebut dapat membentuk peserta didik yang memiliki
sikap, kecerdasan dan keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk
mencapai itu semua ada beberapa hal yang bisa digunakan guru dalam proses
pembelajarannya yaitu seperti guru harus bisa menggunakan media, metode,
strategi, teknik atau pun model pembelajaran yang dapat mendukung proses
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru adalah
model pembelajaran ASSURE yang mana model ini merupakan suatu rujukan bagi
pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan
dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta
didik.
KEPUSTAKAAN
Dewi Salma
Prawira dilaga & Eveline Siregar (2004) : Mozaik Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Predana Media
Effendi, Onong Uchjana. 1993. Televisi Siaran Teori dan Praktek.
Bandung: Mandar Maju
Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi.
Jakarta: Rineka Cipta
Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta, Bumi
Aksara, 2008.
Rohani, Ahmad. 1994. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Rohani, Ahmad. 1994. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Ratna Wilis
Dahar. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta.
Raja Grafindo Persada.
Smaldino,
Sharon E, dkk. 2007. Instructional Technology And Media For
Learning Ninth edition. New Jersey Columbus, Ohio: PEARSON Merrill
Prentice Hall
Snelbecker
E. Glen. (1974). Learning Theory Instructional Theory. USA:
McGraw-Hill, inc
Tompo, Rusdin. 2007. Panduan
Praktis Menonton Sehat Untuk Orangtua. Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah
Grafika