A.
Pendahuluan
Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat
dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain,
kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem pendidikanya
berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang dicita-citakanya
sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak berjalan secara baik
maka tidak dapat mencapai kemajun yang dicita-citakan.
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan
terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir
semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan
sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. misalnya sangat yakin bahwa
pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok.
Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU
No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan
dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan
diakui oleh masyarakat”.
Namun didalam dunia pendidikan sendiri banyak masalah-masalah pendidikan
yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik itu masalah yang bersifat internal
maupun eksternal. Tulisan ini berusaha mengidentifikasi dan memahami
permasalahan-permasalahan pendidikan Islam di era globalisasi. Perlu pula
dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam tulisan ini
terbatas pada permasalahan pendidikan formal. Namun sebelum menguraikan
permasalahan pendidikan islam di era globalisasi, terlebih dahulu disajikan
uraian singkat tentang fungsi pendidikan. Uraian yang disebut terakhir ini
dianggap penting, karena permasalahan pendidikan pada hakekatnya terkait erat
dengan realisasi fungsi pendidikan.
Fungsi Pendidikan Pasal 3 UU No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
rumusan pasal 3 UU No. 20/2003 ini terkandung empat fungsi yang harus
diaktualisasikan olen pendidikan, yaitu:
1.
Fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik,
2.
Fungsi membentuk watak bangsa yang bermartabat,
3.
Fungsi mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat, dan
4.
fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara umum pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional). Pendidikan merupakan aktivitas yang diorientasikan kepada
pengembangan individu manusia secara optimal. Pendidikan Islam juga suatu
proses yang melatih perasaan murid-murid dengan cara sedemikian rupa sehingga
dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala
jenis pengetahuan mereka yang di pengaruhi dengan nilai-nilai
spiritual dan sangat sadar akan nilai-nilai Islam. Menurut Hasan Langulungan
pengertian ilmu pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda
untuk mengisi peran memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai islam yang
dijelaskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasinya di
akhirat.
Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah terwujudnya
menusia sempurna. Atau manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Juga tujuan dari pendidikan
Islam itu ialah menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian
total manusia melalui latihan spiritual dan intelektual, rasional diri.
Sedangkan globalisasi adalah berasal dari kata global ialah seluruhnya,
menyeluruh. Sedangkan globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek
kehidupan, perwujudan secara menyeluruh disegala aspek kehidupan. Kemudian
pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan negara-negara maju
(Amerika, Eropa dan Jepang) melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha
mendominasi dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya,
militer dan ekonomi.
Bila dipelajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap negara-negara
berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun
negatif. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu/ mendorong
negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi lebih
sejahtera secara material. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah munculnya
teknokrasi yang sangat berkuasa, didukung oleh alat-alat teknik modern dan
persenjataan yang canggih. Mengapa alat-alat dan teknik yang modern serta
persenjataan menjadi pengaruh negatif. Karena seringkali bagi Negara yang
berkuasa, mereka menyalahgunakan teknologi tersebut, seperti halnya ilmu
pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hyper modern yang digunakan/dijadikan
mekanisme operasionalistik yang menghancurkan.
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam
kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti
terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global. Bila
dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti
terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia.
Jadi dapat dipahami bahwasanya maksud dari pendidikan Islam di era
globalisasi ialah bagaimana pendidikan Islam itu mampu menghadapi
perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan yang penuh dengan tantangan yang
harus dihadapi dengan pendidikan yang lebih baik lagi.
B.
Permasalahan
1.
Masalah Kualitas Pendidikan
Dewasa ini
globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan
globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan.
Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative
adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulam komparatif
bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif
bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas artinya
dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional
akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan
dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan
bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak
bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat
pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara
kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
2.
Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen
penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau
guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu
untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.
Itu artinya pekerjaan
guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan
sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari
pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui
system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak,
untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah
salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi
pendidikan nasional masa kini.
3.
Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu
suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual
dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan
dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses
alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu
dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan
islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh
negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini
merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang
negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat.
Berdasarkan hal
tersbut maka dapat diketahui bahwa sangat disayangkan hingga kini
lembaga-lembaga pendidikan Islam masih sulit dijadikan model lembaga pendidikan
yang paripurna dan berlaku umum di Indonesia. Hal ini disebabkan lemahnya kinerja
yang ditunjukkan serta rendahnya motivasi untuk menjadikan lembaga pendidikan
Islam ini sebagai "kawah candradimuka" para intelektual yang agamis
dan para ulama yang intelektual. Kurangnya kesungguhan penyelenggara pendidikan
Islam dalam mengelola lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan sekolah
berbasis keislaman disinyalir karena kesadaran umat Islam atas kewajiban
menuntut ilmu masih rendah.
Gejala
rendahnya budaya membaca, belajar dan bekerja keras menunjukkan bahwa pemahaman
umat Islam tentang nilai-nilai Islam belum merata dan menjadi hambatan untuk
maju berprestasi. Pengelola merupakan pencerminan dari kondisi umat islam yang
tidak terlepas dari hambatan kultural internal tersebut. Pengelola belum mampu
bangkit menjadi "agent of change", para pembaharu perilaku dan
budaya untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam bentuk ketauhidan social
seperti menegakkan disiplin sekolah secara ajeg dan konsisten, menyebarkan
budaya membaca dan bekerja keras serta nilai-nilai social keislaman lainnya.
Kondisi
internal umat Islam yang masih lemah untuk menanam-suburkan nilai-nilai Islam
itu oleh para penyelenggara dan pengelola pendidikan Islam, pada akhirnya
berpengaruh juga pada persepsi masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam.
Fenomena kondisi cultural umat Islam yang menyelenggarakan pendidikan Islam
merupakan aspek internal yang saling kait mengkait dengan persepsi umat Islam
di luar lembaga tersebut. Sehingga kedua-duanya (kultural internal dan
eksternal) menjadi hambatan bagi kemajuan dan pengembangan mutu
penyelenggaraaan pendidikan Islam. Persepsi masyarakat sudah terlanjur
terpengaruh dengan paradigm bahwa pendidikan Islam hanya berkutat pada masalah
agama dan kurang menaruh perhatian pada pengembangan aspek-aspek lainnya
seperti kecerdasan intelektual dan sosial.
Hambatan
kultural baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal)
masih ditambah dengan sistem pendidikan nasional yang terkesan juga terjebak
diskursus dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan agama. Persepsi masyarakat sudah
terlanjur terbentuk sangat kuat tentang hal itu. Terlebih lagi penguasaan agama
sebagian umat Islam juga masih rentan dipengaruhi budaya-budaya lokal setempat
yang ternyata ssulit dihilangkan, bahkan cenderung dapat menguburkan
nilai-nilai Islam sesungguhnya. Budaya-budaya lokal yang diadopsi tanpa
landasan filosofis yang kuat bisa menjadi boomerang kemajuan umat Islam.
4.
Permasalahan Strategi Pembelajara
Era globalisasi
dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran
yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah
paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma
pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai
berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi,
interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual
atau pengetahuan. Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma
pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya
menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran
tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan
rendahnya professionalisme guru.
5.
Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
Sebagimana yang
diketahui bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah
bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan
ketenangan yang semangkin beragam. Dampak
negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita,
yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari
teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan
lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi)
diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan
informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.
Alat-alat diatas
dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak positif
dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak
lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat
komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak
jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan
negatif.
6.
Adanya Krisis moral
Melalui tayangan
acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain.
Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi
muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan,
pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
7.
Adanya Krisis kepribadian.
Dengan kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda
kepribadian seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan,
kesopanan, kepedulian sosial akan terkikis . Untuk ini
sangat mutlak diperlukan bekal pendidikan agama, agar
kelak dewasa akan tidak menjadi manusia yang
berkepribadian rendah, melakuan korupsi, kolusi dan nepotisme,
melakukan kejahatan intelektual, merusak alam untuk
kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak
sepaham, percaya perdukunan, menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas dikarenakan
longgarnya pegangan terhadap agama dengan
mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral
yang dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu dengan keteladanan dan pembiasaan, derasnya arus informasi budaya negatif global
diantaranya, hedonisme, sekulerisme, pornografi dan
lain-lain, Selain adanya hambatan akibat dampak negatif era global juga
terdapat tantangan pendidikan agama Islam untuk
membekali generasi muda mempunyai kesiapan dalam
persaingan.
C.
Solusi Terhadap Permasalahan
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat
manusia dari berbagai aspek kehidupan, baik aspek social polotik, ekonomi,
kebudayaan dan lain-lain termasuk pendidikan, dalam hal ini globalisasi telah
merubah kehidupan sehari-hari terutama dirasakan sekali oleh negara berkembang
dan pada saat yang sama telah menciptakan system-sistem dan kekuatan-kekuatan
trens nasional baru.
Globalisasi telah mempengaruhi generasi muda Islam terutama di
negara-negara timur tengah atau negara-negara islam dan negara-negara
berkenbang, seperti Indonesia budaya komunisme, hedonism, dan ketergantungan
terhadap budaya barat menjadi fenomina baru bagi generasi muda Islam, model dan
cara berpakaian yang tidak islami (mempertontonkan aurat) jenis
makanan dan minuman yang di nikmati sujah jauh dari menu dan ke khasan local
pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal tatakrama meraja
lela dimana-mana, semakin terkikisnya nilai kekeluargaan dan gotong- royong dan
sebagainya adalah merupakan pengaruh negative dari globalisasi. Globalisasi
juga sangat berpengaruh terhadap penyelenggarakan pendidikan, baik terhadap
tujuan, proses, hubungan guru murid, etika metode ataupun yang lainya.
Dalam hal tujuan dardapat kecendrungan yang mengarah materialisme, sehingga
hal pertama yang mungkin dikatakan oleh orang tua siswa atau siswa, adalah
lembaga adakah pendidikan tempat ia belajar dapat menjamin kehidupanya?
demikiannya dengan kurikulumnya lebih mengarah pada bagaimana hal-hal yang
materialistic itu dapat di capai, dalam hal ini belajar lenbih
terfokus pada aspek penguasaan ilmu (kognitif) belaka ketimbang bagaimana
seseorang siswa memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
Dalam pergaulan antara sesama siswa, tidak jarang kita ketahui dari
berbagai media massa yang pemperlihatkan kondisi yang memperhatinkan akibat
dari penjajagan budaya barat yang mengumbar pergaulan bebas demikian
halnya dengan hubungan guru dengan murid sering kita dapatkan
informasi yang membuat bulu kuduk kita berdiri, yaitu dengan
berlangsungnya hubungan bebas guru-murid karena barter nilai dan tidak.
Jarang pula terdapat hubungan guru murud yang tidak harmunis di
sebabkan akhlak siswa terhadap guru yang kurang menempatkan kedudukan guru pada
posisi yang tepat di karenakan kesenjangan ekonomi antara guru dan orang tua
murid yang bagaikan langit dengan bumi. Proses globalisasi yang sedemikian
berpengaruh bagi kelangsungan perkembangan identitas tradisional dan
nilai-nilai agama tentu saja tidak dapat di biarkan begitu saja, kalangan
agamawan, pemikir, pendidik, bahkan penguasa harus merespon secara kontruktif
terhadap berbagai persoalan yang di timbulkan sebagai akibat dari pengaruh
globalisasi ini.
Namun bila dielajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap
Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik
positif maupun negative. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu/
mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis,serta menjadi
lebih sejahtera secara material.
Dengan demikian tidak bisa dipungkiri, juga bahwa globalisasi juga
memiliki mamfaat (Pengaruh Yang Positif)
bagi kehidupan umat manusia kita ketahuai bahwa globalisasi juga erat
kaitanya dengan era informasi dan tehnolog canggih. Era global/ informasi
menjadikan semua transparan, apa yang terjadi di belahan dunia yang satu, di
belahan dunia yang lain dapat juga dengan cepat di ketahui hubungan seseorang
dengan yang lainya, teknologi komunikasi menjadi sedemikian dekat gampang dan
mudah, informasi pengetahuan dan lain-lainya dengan mudah kita daptkan
dari berbagai media, seperti radio, televisi, internet, Koran, majalah dan lain
sebagainya dengan demikian banyak hal yang dapat mendorong pendidikan untuk
meningkatkan kwalitas dirinya baik dalam hal kelembagaan , tujuan, kurikulum,
metode, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin
untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus
dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti
yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka
menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem
pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau tambal sulam, tapi
memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan
Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi pencapaian tahap tinggal
landas.
Dalam menyikapi isu globalisasi umat islam terbagi kedalam tiga
kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak menolak sama sekali, dan
pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara
mutlak adalah orang yang di sebutkan oleh rosulullah dalam hadistnya bahwa
mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat lain sejengkal demi
sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang biawak mereka akan
mengikutinya inilah sikap para penyeru westnerisasi yang berlebihan didunia
arab da islam.
Kelompok kedua, orang ynag menolak sama sekalai
adalah yang menjahuai hal-hal yang baru tidak peduli dengan dunia pemikiran,
ekonomi, politik dan sebagainya,mereka beruzlah dan menyiongkir, selain
kelompok ini terdapat kelompok lain yang sering di sebut dengan kelompk fudemintas,
bedanya mereka tidak mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi
berhadap-hadapan dengan yang mereka tentang atau tolak. Mereka menganggap bahwa
globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang telah mereka jaga
selama-bertahun-tahun, ke khawatiran mereka terletak pada “westernisasi ”dan
pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
Kelompok ketiga, adalaah kelompok pertengahan
yakni yang menyikapinya secara proposianal, menurut yusuf qordawi inilah
sikap yang baik sebagai cermin sebagai manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap
orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya,
faham tentanng risalahnya, dan memegang teguh orisinalitasnyaia tidak
menghindar dari hala-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan.di
antara sikap yang tepat menghadapi globalisasi sebagaimana tersebut di atas
adalah sikap proporsional yakni tidak berlebihan dalm menolak dan
menerimanya, kita tentu dapat memilah milih dana memilih-milih mana yang di
anggap baik dan sesuai dengan ajaran islam dan mana yang tidak sesuai dengan
ajaran islam. Terhadap pengaruh yang baik, tentu dengan senang hati dapatkah
kita terima dan bahkan jika memungkinkan mengembangkanyauntuk mendapat mamfaat
yang lebih baik.
Ketika berhadapan dengan ide-ide informasi dan polarisasi ideology dunia
terutama di dorong oleh kemajuan iptek modern, pendidikan islam tidak terlepas
dari berbagai tantangan. Dalam menghadapi berbagai tantangan dan dampak
tersebut pendidikan islam harus memiliki berbagi strategi sebab agama harus
menjawab tantangan yang relative dekat di hadapan kita dalam hal ini
urusan dunia, selain berhubungan dengan urusan perakhiratan jadi harus di jawab
sejauhmana agama kini bisa menjawabtanyangan kemajuan itu, IPTEK harus di
kuasai, tetapi kini tidak boleh ditinggalkan sehingga bisa membentuk sumberdaya
manusia yang handal menurut BPPN bahwa cara terbaik mengatasi kemungkinan dampak
negatif adalah melalui peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan
agama serta pendidikan moral pada khususnya pada dasranya PPKn atau pendidikan
kewarga negaraan, dan agama sangat relefan untuk penanggulangan dampak
negative dari tekhnologi dan informasi, hanya saja untuk kondisi dalam era
reformasi sekarang ini di perlukan pengkajian ulang terhadap metode
pengembangan dan pengajaranya sehingga penanaman sikap maupun penghayatan
nilai-nilai relegius akan semakin menghasilkan prilaku yang lebih baik.
Sedangkan lembaga yang sangat berperan dalam tantangan itu adalah pesantren
madrasah menempati peran strategis bagi pendidikan generasi muda ummat Islam
karena di sanalah tempat kebanyakan anak para santri mempersiapkan diri untuk
menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari.
Dibandingkan dengan pendidikan di sekolah umum, madrasah
mempunyai misi yang mulia. Ia bukan saja memberikan pendidikan umum
(seperti halnya sekolah umum) tetapi juga memberikan pendidikan agama, sehingga
kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya akan dapat hidup bahagia di
dunia dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena ketaatannya pada ajaran
agama) Madrasah yang hanya menekankan pendidikan agama dan mengabaikan
pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan potensi untuk bahagia
di akhirat saja. Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas
yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga menyiapkan anak didiknya
untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka masuki. Ini
dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan oleh lulusan sekolah
umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar