Rabu, 06 Juni 2012

PERMASALAHAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM ERA GLOBALISASI




A.      Pendahuluan
Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem  pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang dicita-citakanya sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajun yang dicita-citakan.
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.
Namun didalam dunia pendidikan sendiri banyak masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik itu masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Tulisan ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan pendidikan Islam di era globalisasi. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam tulisan ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal. Namun sebelum menguraikan permasalahan pendidikan islam di era globalisasi, terlebih dahulu disajikan uraian singkat tentang fungsi pendidikan. Uraian yang disebut terakhir ini dianggap penting, karena permasalahan pendidikan pada hakekatnya terkait erat dengan realisasi fungsi pendidikan.
Fungsi Pendidikan Pasal 3 UU No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rumusan pasal 3 UU No. 20/2003 ini terkandung empat fungsi yang harus diaktualisasikan olen pendidikan, yaitu:
1.      Fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik,
2.      Fungsi membentuk watak bangsa yang bermartabat,
3.      Fungsi mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat, dan
4.      fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara umum pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional). Pendidikan merupakan aktivitas yang diorientasikan kepada pengembangan individu manusia secara optimal. Pendidikan Islam juga suatu proses yang melatih perasaan murid-murid dengan cara sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka yang di pengaruhi  dengan  nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai-nilai Islam. Menurut Hasan Langulungan pengertian ilmu pendidikan Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peran memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai islam yang dijelaskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasinya di akhirat.
Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah terwujudnya menusia sempurna. Atau manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Juga tujuan dari pendidikan Islam itu ialah menimbulkan pertumbuhan yang seimbang  dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual dan intelektual, rasional diri.
Sedangkan globalisasi adalah berasal dari kata global ialah seluruhnya, menyeluruh. Sedangkan globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek kehidupan, perwujudan secara menyeluruh disegala aspek kehidupan. Kemudian pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan negara-negara maju (Amerika, Eropa dan Jepang) melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha mendominasi dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer dan ekonomi.
Bila dipelajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negatif. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu/ mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah munculnya teknokrasi yang sangat berkuasa, didukung oleh alat-alat teknik modern dan persenjataan yang canggih. Mengapa alat-alat dan teknik yang modern serta persenjataan menjadi pengaruh negatif. Karena seringkali bagi Negara yang berkuasa, mereka menyalahgunakan teknologi tersebut, seperti halnya ilmu pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hyper modern yang digunakan/dijadikan mekanisme operasionalistik yang menghancurkan.
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global. Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia.
Jadi dapat dipahami bahwasanya maksud dari pendidikan Islam di era globalisasi ialah bagaimana pendidikan Islam itu mampu menghadapi perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan yang penuh dengan tantangan yang harus dihadapi dengan pendidikan yang lebih baik lagi.

B.       Permasalahan
1.      Masalah Kualitas Pendidikan
Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
2.      Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.


3.      Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat.
Berdasarkan hal tersbut maka dapat diketahui bahwa sangat disayangkan hingga kini lembaga-lembaga pendidikan Islam masih sulit dijadikan model lembaga pendidikan yang paripurna dan berlaku umum di Indonesia. Hal ini disebabkan lemahnya kinerja yang ditunjukkan serta rendahnya motivasi untuk menjadikan lembaga pendidikan Islam ini sebagai "kawah candradimuka" para intelektual yang agamis dan para ulama yang intelektual. Kurangnya kesungguhan penyelenggara pendidikan Islam dalam mengelola lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan sekolah berbasis keislaman disinyalir karena kesadaran umat Islam atas kewajiban menuntut ilmu masih rendah.
Gejala rendahnya budaya membaca, belajar dan bekerja keras menunjukkan bahwa pemahaman umat Islam tentang nilai-nilai Islam belum merata dan menjadi hambatan untuk maju berprestasi. Pengelola merupakan pencerminan dari kondisi umat islam yang tidak terlepas dari hambatan kultural internal tersebut. Pengelola belum mampu bangkit menjadi "agent of change", para pembaharu perilaku dan budaya untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam bentuk ketauhidan social seperti menegakkan disiplin sekolah secara ajeg dan konsisten, menyebarkan budaya membaca dan bekerja keras serta nilai-nilai social keislaman lainnya.
Kondisi internal umat Islam yang masih lemah untuk menanam-suburkan nilai-nilai Islam itu oleh para penyelenggara dan pengelola pendidikan Islam, pada akhirnya berpengaruh juga pada persepsi masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam. Fenomena kondisi cultural umat Islam yang menyelenggarakan pendidikan Islam merupakan aspek internal yang saling kait mengkait dengan persepsi umat Islam di luar lembaga tersebut. Sehingga kedua-duanya (kultural internal dan eksternal) menjadi hambatan bagi kemajuan dan pengembangan mutu penyelenggaraaan pendidikan Islam. Persepsi masyarakat sudah terlanjur terpengaruh dengan paradigm bahwa pendidikan Islam hanya berkutat pada masalah agama dan kurang menaruh perhatian pada pengembangan aspek-aspek lainnya seperti kecerdasan intelektual dan sosial.
Hambatan kultural baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) masih ditambah dengan sistem pendidikan nasional yang terkesan juga terjebak diskursus dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan agama. Persepsi masyarakat sudah terlanjur terbentuk sangat kuat tentang hal itu. Terlebih lagi penguasaan agama sebagian umat Islam juga masih rentan dipengaruhi budaya-budaya lokal setempat yang ternyata ssulit dihilangkan, bahkan cenderung dapat menguburkan nilai-nilai Islam sesungguhnya. Budaya-budaya lokal yang diadopsi tanpa landasan filosofis yang kuat bisa menjadi boomerang kemajuan umat Islam.
4.      Permasalahan Strategi Pembelajara
Era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan. Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.
5.      Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana yang diketahui bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.  Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.  Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak positif  dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif.
6.      Adanya Krisis moral
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

7.      Adanya Krisis kepribadian.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan terkikis . Untuk ini sangat mutlak diperlukan bekal pendidikan agama, agar kelak dewasa akan tidak menjadi manusia yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi, kolusi dan nepotisme, melakukan kejahatan intelektual, merusak alam untuk kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan, menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas dikarenakan longgarnya pegangan terhadap agama dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu dengan keteladanan dan pembiasaan, derasnya arus informasi budaya negatif global diantaranya, hedonisme, sekulerisme, pornografi dan lain-lain, Selain adanya hambatan akibat dampak negatif era global juga terdapat tantangan pendidikan agama Islam untuk membekali generasi muda mempunyai kesiapan dalam persaingan.

C.      Solusi Terhadap Permasalahan
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia dari berbagai aspek kehidupan, baik aspek social polotik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain termasuk pendidikan, dalam hal ini globalisasi telah merubah kehidupan sehari-hari terutama dirasakan sekali oleh negara berkembang dan pada saat yang sama telah menciptakan system-sistem dan kekuatan-kekuatan trens nasional baru.
Globalisasi telah mempengaruhi generasi muda Islam terutama di negara-negara timur tengah atau negara-negara islam dan negara-negara berkenbang, seperti Indonesia budaya komunisme, hedonism, dan ketergantungan terhadap budaya barat menjadi fenomina baru bagi generasi muda Islam, model dan cara berpakaian yang tidak islami (mempertontonkan  aurat)  jenis makanan dan minuman yang di nikmati sujah jauh dari menu dan ke khasan local pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal tatakrama meraja lela dimana-mana, semakin terkikisnya nilai kekeluargaan dan gotong- royong dan sebagainya adalah merupakan pengaruh negative dari globalisasi. Globalisasi juga sangat berpengaruh terhadap penyelenggarakan pendidikan, baik terhadap tujuan, proses, hubungan guru murid, etika metode ataupun yang lainya.
Dalam hal tujuan dardapat kecendrungan yang mengarah materialisme, sehingga hal pertama yang mungkin dikatakan oleh orang tua siswa atau siswa, adalah lembaga adakah pendidikan tempat ia belajar dapat menjamin kehidupanya? demikiannya dengan kurikulumnya lebih mengarah pada bagaimana hal-hal yang materialistic itu dapat di capai, dalam  hal  ini belajar lenbih terfokus pada aspek penguasaan ilmu (kognitif) belaka ketimbang bagaimana seseorang siswa memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
Dalam pergaulan antara sesama siswa, tidak jarang kita ketahui dari berbagai media massa yang pemperlihatkan kondisi yang memperhatinkan akibat dari penjajagan budaya barat yang  mengumbar pergaulan bebas demikian  halnya dengan  hubungan guru dengan  murid sering kita dapatkan informasi yang membuat bulu kuduk  kita berdiri, yaitu dengan berlangsungnya hubungan bebas guru-murid karena barter nilai dan tidak.
Jarang  pula terdapat hubungan guru murud yang tidak harmunis di sebabkan akhlak siswa terhadap guru yang kurang menempatkan kedudukan guru pada posisi yang tepat di karenakan kesenjangan ekonomi antara guru dan orang tua murid yang bagaikan langit dengan bumi. Proses globalisasi yang sedemikian berpengaruh bagi kelangsungan perkembangan identitas tradisional dan nilai-nilai agama tentu saja tidak dapat di biarkan begitu saja, kalangan agamawan, pemikir, pendidik, bahkan penguasa harus merespon secara kontruktif terhadap berbagai persoalan yang di timbulkan sebagai akibat dari pengaruh globalisasi ini.
Namun bila dielajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negative. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu/ mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis,serta menjadi lebih sejahtera secara material.
Dengan demikian tidak bisa dipungkiri,  juga bahwa globalisasi juga memiliki mamfaat  (Pengaruh Yang Positif)  bagi  kehidupan umat manusia kita ketahuai bahwa globalisasi juga erat kaitanya dengan era informasi dan tehnolog canggih. Era global/ informasi menjadikan semua transparan, apa yang terjadi di belahan dunia yang satu, di belahan dunia yang lain dapat juga dengan cepat di ketahui hubungan seseorang dengan yang lainya, teknologi komunikasi menjadi sedemikian dekat gampang dan mudah, informasi pengetahuan dan lain-lainya  dengan mudah kita daptkan dari berbagai media, seperti radio, televisi, internet, Koran, majalah dan lain sebagainya dengan demikian banyak hal yang dapat mendorong pendidikan untuk meningkatkan kwalitas dirinya baik dalam hal kelembagaan , tujuan, kurikulum, metode, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar  modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan  sumbangan besar bagi pencapaian tahap tinggal landas.
Dalam menyikapi isu globalisasi umat islam terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak menolak sama sekali, dan pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara mutlak adalah orang yang di sebutkan oleh rosulullah dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para penyeru westnerisasi yang berlebihan didunia arab da islam.
Kelompok kedua, orang ynag menolak sama sekalai adalah yang menjahuai hal-hal yang baru tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi, politik dan sebagainya,mereka beruzlah dan menyiongkir, selain kelompok ini terdapat kelompok lain yang sering di sebut dengan kelompk fudemintas,  bedanya mereka tidak mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan yang mereka tentang atau tolak. Mereka menganggap bahwa globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang telah mereka jaga selama-bertahun-tahun, ke khawatiran mereka terletak pada “westernisasi ”dan pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
Kelompok ketiga, adalaah kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya secara proposianal, menurut yusuf qordawi  inilah sikap yang baik sebagai cermin sebagai manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, faham tentanng risalahnya, dan memegang teguh orisinalitasnyaia tidak menghindar dari hala-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan.di antara sikap yang tepat menghadapi globalisasi sebagaimana tersebut di atas adalah sikap proporsional  yakni tidak berlebihan dalm menolak dan menerimanya, kita tentu dapat memilah milih dana memilih-milih mana yang di anggap baik dan sesuai dengan ajaran islam dan mana yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Terhadap pengaruh yang baik, tentu dengan senang hati dapatkah kita terima dan bahkan jika memungkinkan mengembangkanyauntuk mendapat mamfaat yang lebih baik.
Ketika berhadapan dengan ide-ide informasi dan polarisasi ideology dunia terutama di dorong oleh kemajuan iptek modern, pendidikan islam tidak terlepas dari berbagai tantangan. Dalam menghadapi berbagai tantangan dan dampak tersebut pendidikan islam harus memiliki berbagi strategi sebab agama harus menjawab tantangan yang relative dekat di hadapan  kita dalam hal ini urusan dunia, selain berhubungan dengan urusan perakhiratan jadi harus di jawab sejauhmana agama kini bisa menjawabtanyangan kemajuan itu, IPTEK harus di kuasai, tetapi kini tidak boleh ditinggalkan sehingga bisa membentuk sumberdaya manusia yang handal menurut BPPN bahwa cara terbaik mengatasi kemungkinan dampak negatif adalah melalui peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama serta pendidikan moral pada khususnya pada dasranya PPKn atau pendidikan kewarga negaraan, dan  agama sangat relefan untuk penanggulangan dampak negative dari tekhnologi dan informasi, hanya saja untuk kondisi dalam era reformasi sekarang ini di perlukan pengkajian ulang terhadap metode pengembangan dan pengajaranya sehingga penanaman sikap maupun penghayatan nilai-nilai  relegius akan semakin menghasilkan prilaku yang lebih baik.  
Sedangkan lembaga yang sangat berperan dalam tantangan itu adalah pesantren madrasah menempati peran strategis bagi pendidikan generasi muda ummat Islam karena di sanalah tempat kebanyakan anak para santri mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari.
Dibandingkan dengan  pendidikan di sekolah  umum, madrasah mempunyai misi yang mulia.  Ia bukan saja memberikan pendidikan umum (seperti halnya sekolah umum) tetapi juga memberikan pendidikan agama, sehingga kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya akan dapat hidup bahagia di dunia dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena ketaatannya pada ajaran agama)  Madrasah yang hanya menekankan pendidikan agama dan mengabaikan pendidikan umum  mungkin hanya akan mampu memberikan potensi untuk bahagia di akhirat saja. Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka masuki.  Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar